desakunews.id - Makassar, diskusi yang di Adakan oleh Sulawesi Community Foundation(SCF) berlangsung di Cafe Ex Goro, dalam diskusi tersebut, wakil dari Bappeda Sulsel, yang juga sebagai pembawa materi dalam acara diskusi Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.
Dalam diskusi yang berlangsung di kafe Ex Goro, Sabtu 6.10.2018 dihadiri beberapa Organisasi peduli lingkungan. Perwakilan Bappeda, dan beberapa Jurnalist, Ana, dalam diskusi ini mengatakan, kalau kita di Bappeda, dengan paradigma baru untuk melibatkan semua stok holder, bukan hanya CSO, dan kita berbicara metode dengan dokumenya, ke bagian masing masing, seperti di Kehutanan dengan Motifasi dan delta, sebagai rangkaian metode apa yang harus dikerjakan, dan juga perifikasi data, harusnya ditanya secara nasional, agar tidak terjadi miskomunikasi secara luas, dan harus diverfikasi secara Sekran. Karna banyaknya masukan mengenai data tentang pengurangan emisi, ataupun data tentang penambahan carbon yang terjadi di Sulawesi Selatan.
Sementara ini yang dilakukan oleh Bappeda Sulawesi Selatan sendiri, ibaratnya, sama dengan membuat baju, yang beberapa rangkaian, bukan kita yang kerjakan, tetapi kesimpulanya, kita yang harus membuat secara komplit, adapun anggaran yang di pergunakan, kita menggunakan tidak secara real, seperti biaya perjalanan dan akomodasi tidak masuk dalam anggaran yang telah dicantumkan, yang harus menopang untuk mewujudkan data data secara real, yang ada di lapangan.
Banyak yang terjadi kegagalan di lapangan, untuk mengurangi gas imisi, seperti contoh kecil, kita mempunyai program untuk penanaman padi yang sangat mengurangi gas emisi, tetapi yang menjadi kendala terberatnya, adalah sebahagian besar petani tidak menginginkan, atau tdk mau menerima program kita sebagai dampak emisi Rumah Kaca, dan juga itu bukan kewenangan Bappeda untuk menyalurkan ke para petani, agar bisa mengurangi gas emisi, melainkan, Para petani menginginkan hasil yang sangat instan.
Sementara target kita dalam menurunkan gas emisi di tahun 2030 harus terealisasi. dan dalam diskusi ini kita banyak sekali menampung masukan data data real yang disodorkan ke Bappeda, untuk bisa menyimpulkan berapa banyak yang terjadi Emisi Rumah Kaca, dan juga berapa banyak pengurangan Carbon di Sulawesi Selatan, ungkap Oceng, dalam tambahnya.
Karna dari sektor pemerintah, ketika melakukan penambahan Carbon, dengan menanam pohon, takutnya hanya menjadi tanggung jawab melakukan, tetapi tdk ada kelanjutan untuk memelihara tanaman yang sudah di tanah secara massal(reboisasi), yang semestinya diserahkan penanganan Kepada Masyarakat setempat, dengan anggaranya.
Diskusi tidak bisa menyimpulkan, karna data data masuk sangat banyak, dan Insya Allah akan di lanjutkan hari selasa 9 Oktober 2018 yang rencananya dipaksakan di kantor Bappeda Sulsel. (Myslaupa).
Dalam diskusi yang berlangsung di kafe Ex Goro, Sabtu 6.10.2018 dihadiri beberapa Organisasi peduli lingkungan. Perwakilan Bappeda, dan beberapa Jurnalist, Ana, dalam diskusi ini mengatakan, kalau kita di Bappeda, dengan paradigma baru untuk melibatkan semua stok holder, bukan hanya CSO, dan kita berbicara metode dengan dokumenya, ke bagian masing masing, seperti di Kehutanan dengan Motifasi dan delta, sebagai rangkaian metode apa yang harus dikerjakan, dan juga perifikasi data, harusnya ditanya secara nasional, agar tidak terjadi miskomunikasi secara luas, dan harus diverfikasi secara Sekran. Karna banyaknya masukan mengenai data tentang pengurangan emisi, ataupun data tentang penambahan carbon yang terjadi di Sulawesi Selatan.
Sementara ini yang dilakukan oleh Bappeda Sulawesi Selatan sendiri, ibaratnya, sama dengan membuat baju, yang beberapa rangkaian, bukan kita yang kerjakan, tetapi kesimpulanya, kita yang harus membuat secara komplit, adapun anggaran yang di pergunakan, kita menggunakan tidak secara real, seperti biaya perjalanan dan akomodasi tidak masuk dalam anggaran yang telah dicantumkan, yang harus menopang untuk mewujudkan data data secara real, yang ada di lapangan.
Banyak yang terjadi kegagalan di lapangan, untuk mengurangi gas imisi, seperti contoh kecil, kita mempunyai program untuk penanaman padi yang sangat mengurangi gas emisi, tetapi yang menjadi kendala terberatnya, adalah sebahagian besar petani tidak menginginkan, atau tdk mau menerima program kita sebagai dampak emisi Rumah Kaca, dan juga itu bukan kewenangan Bappeda untuk menyalurkan ke para petani, agar bisa mengurangi gas emisi, melainkan, Para petani menginginkan hasil yang sangat instan.
Sementara target kita dalam menurunkan gas emisi di tahun 2030 harus terealisasi. dan dalam diskusi ini kita banyak sekali menampung masukan data data real yang disodorkan ke Bappeda, untuk bisa menyimpulkan berapa banyak yang terjadi Emisi Rumah Kaca, dan juga berapa banyak pengurangan Carbon di Sulawesi Selatan, ungkap Oceng, dalam tambahnya.
Karna dari sektor pemerintah, ketika melakukan penambahan Carbon, dengan menanam pohon, takutnya hanya menjadi tanggung jawab melakukan, tetapi tdk ada kelanjutan untuk memelihara tanaman yang sudah di tanah secara massal(reboisasi), yang semestinya diserahkan penanganan Kepada Masyarakat setempat, dengan anggaranya.
Diskusi tidak bisa menyimpulkan, karna data data masuk sangat banyak, dan Insya Allah akan di lanjutkan hari selasa 9 Oktober 2018 yang rencananya dipaksakan di kantor Bappeda Sulsel. (Myslaupa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar